Kesenian dari Kabupatén Subang
21 Mei 2014
by fevi lestari
Kesenian
merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan seni. Sedangkan
menurut pengertian awam, seni adalah keindahan yang diciptakan oleh
manusia
[1].
Bunga mawar yang indah bukan suatu karya seni, tetapi jika bunga
tersebut dilukis maka lukisan tersebut merupakan sebuah karya seni
[1].
Ki Hajar Dewantara memberi batasan yang lebih luas lagi dengan
pendapatnya, bahwa seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup
perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa
perasaan manusia
[1]. Seni dapat lahir dan berkembang karena pada umumnya manusia senang pada keindahan
[1]. Sampai dengan sekarang telah terdapat banyak macam seni yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa cabang seni
[1]. Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada media yang dipakai untuk mengungkapkannya
[1].
Genjring Bonyok
Kesenian genjring Bonyok memiliki corak kehidupan dan perkembangan
yang agak berbeda dengan kesenian lain yang tumbuh dan berkembang di
Kecamatan Pagaden kabupaten Subang[2]. Kesenian mampu berkembang lebih cepat, mendapat
popularitas lebih cepat dan diterima oleh masyarakat sebagai
kesenian tradisional miliknya sendiri yang dapat dinikmati
[2]. Pengertian Genjring Bonyok asal mula dari
Genjring dan
Bonyok[2]. Genjring adalah
waditra berkulit yang memakai semacam anting-anting terbuat dari
besi atau
perunggu sebagai penghias seperti
rebana[2]. Sedangkan Bonyok adalah nama daerah di
desa Pangsor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Genjring bonyok artinya kesenian Genjring yang awal mulanya berada di daerah Bonyok
[2].
Kesenian merupakan salahsatu jenis seni musik tradisional (karawitan)
yang alat musiknya terdiri dari Genjring, Bedug, Kecrek, Tarompet dan
Goong
[2].
Pertumbuhan dan perkembangan kesenian ini tidak lepas dari keadaan
lingkungan masyarakat penduduknya. Maksudnya semakin meningkat kehidupan
masyarakat, pengalaman estetis masyarakat dan semakin banyak munculnya
pemahaman-pemahaman baru tentang Genjring Bonyok akan berpengaruh besar
terhadap eksistensi kesenian tersebut
[2].
Jauh sebelum Genjring bonyok lahir, di kampung Bunut Desa Pangsor
Kecamatan pagaden telah ada kesenian genjring yang dipimpin oleh Sajen.
Kesenian merupakan cikal bakal lahirnya Genjring Bonyok
[2].
Di awal perkembangannya Genjring Bonyok menggunakan alat musik yang
relatif sederhana yaitu tiga buah genjring, tarompet dan bedug
[2]. Ketiga genjring tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Perbedaannya hanya tinggi rendahnya bunyi genjring tersebut
[2]. Bunyi yang dihasilkan genjring biasanya bunyi pong, pang, ping dan bunyi pak bum
[2]. Untuk menghasilkan bunyi pong dengan cara menepak bagian pinggir genjring menggunakan beberapa ujung
jari tangan dan menepuknya dilepas
[2]. Bunyi pang dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir
genjring (lebih ketengah sedikit dari cara membunyikan pong) menggunakan sebagian telapak tangan dan menepuknya dilepas
[2]. Bunyi ping dihasilkan dengan cara menepuk bibir genjring menggunakan beberapa ujung
jari tangan menepuknya dirapatkan
[2].
Bunyi pak dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir atau tengah
genjring menggunakan telapak tangan penuh, menepuknya agak ditekan
[2].
Kesenian Gembyung
Gembyung adalah
ensambel musik yang terdiri dari beberapa
waditra terbang dengan
tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan
Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra
tarompet[3]. Gembyung merupakan jenis kesenian tradisional khas daerah
Subang yang sampai sekarang masih terus dimainkan
[3]. Gembyung biasa dimainkan untuk hiburan rakyat seperti pesta
khitanan dan
perkawinan atau acara hiburan lainnya dan juga digunakan untuk upacara adat seperti halnya
Ruatan bumi,
minta hujan dan
mapag dewi sri[3]. Dalam perkembangannya saat ini, gembyung tidak hanya sebagai
seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari
[3].
Kesenian Sisingan
Keseniaan Sisingaan merupakan salah satu kesenian daerah yang sampai
sekarang masih berkembang dengan baik di daerah Subang, bahkan kesenian
ini sudah terkenal sampai ke manca negara
[4].
Kesenian Sisingaan telah dimainkan oleh rakyat Subang pada saat melawan
penjajahan dulu sebagai symbol pelecehan terhadap penjajah, yang pada
waktu itu adalah negara agraris
[4].
Dimana lambang negara itu adalah Singa atau Negara yang ditakuti yang
dinaiki oleh seorang anak kecil diatas punggungnya yang melambangkan
bahwa rakyat Subang tidak takut melawan penjajahan pada saat itu
[4].
Sekarang kesenian sisingaan dimainkan untuk acara-acara khusus seperti
penerimaan tamu kehormatan, acara khitanan anak dan sebagainya
[4].
Setiap tahunnya diadakan Festival Sisingaan yang diikuti oleh semua
Kecamatan yang ada di Subang untuk memeriahkan acara peringatan hari
jadi Kabupaten Subang pada tanggal 5 April
[4].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar